Minggu Pertama di Gorontalo
Kamis, 16 Oktober 2014 pukul 20.00 WITA, dimana pas ngeliat jam tangan masih jam 19.00 karna masih settingan WIB. Aku tiba di Bandara Jalaluddin, Gorontalo. Waktu itu bandara itu masih kecil, belum menjadi bandara Internasional seperti sekarang ini. Pas turun dari pesawat dengan barang bawaan yang banyak (banget), tangan kanan megang koper, tangan kiri megang tas gede, punggung ada ransel dan satu tas kecil menggantung di leher, tempat nyimpen handphone. Mama, mba kiki (kakak perempuanku satu-satunya yang nanti ada part nya sendiri aku ceritain), Aku, Jimli (adikku nomor 5) dan si bungsu Zidni menginjakkan kaki di Gorontalo, meninggalkan langkah terakhir dari pesawat udara Lion Air jurusan Ujung Pandang-Gorontalo dengan rasa penat setelah 7 jam perjalanan dari nunggu di Bandara Soekarno Hatta, transit Makassar sampe terbang diatas laut untuk sekian jam. Kami berjalan menuju pintu Arrival bandara, yang diatasnya tertulis "Welcome to Gorontalo, the Hidden Paradise" aku remember exactly tulisan itu, gak akan pernah lupa. Karena tulisan itu ya, alhamdulillah menenangkan hatiku sejenak karena bayanganku, gorontalo akan indah seperti paradise alias surga. Aku bilang ke mamah, "Mah, hidden paradise, artinya surga yang tersembunyi" untuk berbagi rasa tenang tersebut kepada mama. Setelah melewati gerbang, nungguin koper, dan dorong troli sampe pinggir jalan, kami menunggu orang yang akan menjemput. Orang yang akan menjemput kami adalah teman mama yang sudah lebih dulu pindah di Gorontalo.
Sekitar 15 menit kami menunggu akhirnya sebuah mobil avanza berwarna putih berhenti didepan kami, kami pun langsung salim dan cipika cipiki serta merapikan barang-barang. Di mobil, mama ngobrol dengan Bu Alifah serta suaminya, Pak Dian. Aku mendengarkan tapi pikiranku hanya terfokus kepada pohon-pohon rindang sepanjang jalan. Sumpah jujur disitu aku sediiihhh (banget), aku bisa bayangin tempat tinggal kami yang baru akan berada ditengah-tengah hutan ini (setelah itu aku tau namanya, itu daerah Buhu). Aku mendramatisir keadaan. Sedih karena harus pisah sama Bapak, A wafie (kakak sulung) dan Azri (adikku nomor 4),harus pisah sama Nenek emay, mang muslim, bi yayah, dan sepupu-sepupu swag Deiza, Gina, Dila kudil, sahabat-sahabat di sekolah ku yang lama yaitu Naranera, Rany Ts, Anisa sabani, Icha elisa, derina, serta lovely Monmon (Anis, rai, neneng) dan si pujaan hati (WAKTU ITU). Ditempat yang sunyi gelap penuh pepohonan serta jalan berlubang, tanpa mereka orang-orang yang amat kucintai. Gak tau bisa pulang ke Jabar kapan, gak tau bisa ketemu sama mereka lagi kapan. Pikiranku melayang kemana-mana, untuk saat itu, aku gak suka gorontalo, katanya hidden paradise tapi ko sepi:'( (WAKTU ITU YA).
Sekitar jam 20.30 WIB / 21.30 WITA, mobil itu parkir di depan rumah berwarna hijau, yang sudah pernah kulihat di foto (iya aku udah tau foto rumahnya) yaitu didaerah Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, tepatnya di jalan yang deket sama lampu merah. Aku sedikit bangga tinggal dideket lampu merah, ya sok bayangin aja kalo di tasik mah tinggal dideket lampu merah teh berasa orang kota ya kan? :D . Kulihat ada beberapa orang menyambut kedatangan kami dan kami dipersilakan makan. Orang-orang tersebut sangat ramah untuk pertama kali kenal, mereka sangat perhatian kepada kami, ya mereka adalah keluarga Bapak Ibrahim Usu, yang tak bisa kujelaskan detailnya karena takut privasi. Hihi.
Kurebahkan diri ini dikasur yang empuk dan dingin karena AC sambil memberitahukan teman-teman dan... Ya, si pujaan hati 'waktu itu' , kalau aku sudah tiba di Gorontalo dengan selamat.
Hari-hari selanjutnya, aku bertemu dengan banyak orang gorontalo, yang tiap kali aku bicara, mereka selalu bilang "eyiii balogat" yang artinya 'ehh pake logat bahasa indonesia' (gitu sih kurang lebih ya?). Disini gak ada bakso urat, gak ada bakso tennis, gak ada bakso yang kuahnya udah berasa, kuahnya hambar, lah kok jadi cerita bakso? Ya emang hal yang pertama kucari di gorontalo adalah bakso. Bukan sekolah. Hahahhaha. (gak lucu). Tapi, dua hari kemudian aku pergi ke Kota gorontalo untuk mencari sekolah yang sesuai dengan sekolahku yang sebelumnya. Yaitu Madrasah Aliyah Negeri. Oh iya waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA, semester satu deket-deket akhir, karena oktober ya kan. Aku kecewa saat mendengar kalau masuk MAN di kota tersebut harus mulai dari kelas X. Yaelah sama aja boong, aku gak mau harus mengulang tahun menyebalkan menjadi junior. Haha. Akhirnya aku pasrah, karena kalau masuk aliyah harus ulang dari kelas X, aku rela masuk SMA yang ada di kwandang. Kenapa aku ngotot banget gak mau masuk SMA? Bukan karena SMA gak bagus, cuma ini alasan pribadi krna aku gak mau harus lepas dari pelajaran-pelajaran agama semenjak Madrasah Tsanawiyah, aku terbiasa belajar Qur'an hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, Bahasa Arab, dsb. Aku menyayangkan hal tersebut. Tapi karena mengingat aku baru pindah ditempat baru, yang pasti beda dengan jawa barat ya, jadi aku milih sekolah yang deket mama aja. Yang bisa pergi dari rumah. Alasan kedua, dari tempat tinggalku yang baru (kwandang) menuju kota, kami harus menempuh 2 jam perjalanan dengan melewati daerah Buhu (yang kusebut hutan) dan satu kabupaten yaitu kabupaten gorontalo. Itu kerasa jauh banget guys jauh. Aku sedih karena kebayang, kalau pengen nonton atau ke Timezone, harus bayar angkot 25ribu dengan 2 jam perjalanan. Akhirnya, aku milih SMA negeri yang ada di gorut (singkatan gorontalo utara). Namun perjuangan belum sampe disitu guys. Ketika aku mendaftar di Sma tsb, aku ditolak (LAGI). Sedih. Karena raportku merupakan raport KTSP sedangkan di Sma itu sudah raport K-13. Kepala sekolah menolakku secara mentah-mentah, belum tanteku selesai bicara, kepseknya sudah meninggalkan kami menuju ruangannya. Aku sedih saat itu, aku harus sekolah dimana? Aku galau. Habis itu aku makan bakso untuk ngilangin galau, dan bakso nya bukan bakso bandung. Aku pasrah. Aku sedih.
Beberapa hari kemudian, entah bagaimana caranya tiba-tiba aku dapet kabar kalau aku diterima di SMA itu. Mungkin karena lobi seseorang yang mengatakan aku cukup berprestasi saat di Jabar. Juara Olimpiade matematika, dan beberapa lomba lainnya pernah aku raih. Alhamdulillah setidaknya aku tidak akan pengangguran dengan ijazah MTs, haha. Selama satu minggu aku hanya banyak diam di rumah.namun saat pagi aku pergi ke pelabuhan untuk melihat laut. Sumpah aku terlihat sangat kampungan saat itu. Banyak orang melihat ke arah kami yang seperti sedang melihat ladang emas saat kami tiba di pelabuhan untuk pertama kalinya. Hanya butuh waktu 5 menit aku bisa melihat pemandangan laut speerti ini yaAllah. Ditasik butuh ber jam jam untuk lihat laut dan disini aku hanya butuh uang 5ribu bayar bentor dan 5 menit tadaaaa aku bisa lihat laut! Laut! Ini laut guys laut! Aku sangat kampungan. Inilah bukti dari perkataan bandara, sekarang aku mengakuinya. Gorontalo adalah the hidden paradise. Aku sayang gorontalo. Di sore hari selama seminggu aku pergi ke tempat pengajian, mengajar beberapa anak gorontalo mengaji. Aku cukup kaget karena 90% dari anak anak sd kelas satu sampe anak smp kelas 3 rata-rata masih ada di iqro 1. Namun tak apa, aku senang mengajar mereka. Aku banyak belajar bahasa baru dari anak anak itu.
Gorontalo adalah daerah yang cukup panas, guys. Bahkan orang-orang gorontalo sering bilang kalau gorontalo itu cuma punya dua musim. Yaitu musim panas dan musim panas banget. Iya emang bener. Aku yang awalnya agak hitam pas tinggal disini udah jadi hitam banget. Tapi alhamdulillah masih kelihatan manis. Bhaaqqq.
Minggu pertamaku aku habiskan dengan kesana kemari menggunakan bentor (becak motor) karena di tasik gak ada bentor. Adanya cuma becak sepeda biasa. Dan aku gak suka naik becak. Karena ketimbang menikmati naik becak aku lebih mengkhawatirkan si tukang becak yang kebanyakan udah kakek-kakek mengayuh becak sekuat tenaga untuk mengantarkan si Yaya yang berbobot bla bla bla kilogram ini menuju tempat tujuan. Aku gak tegaan. Jadi pas nemu bentor kaya gini aku suka, murah, aman, enjoy dan gak ada kasian-kasiannya. Haha. Tapi for your information, aku gak suka naik bentor yang ada speaker nya. Abang abang bentor kalau udah stel lagu di speaker yang ditempel di bentor keras nya minta ampun. Lagu nya gak karuan dan bikin sakit telinga, malu-maluin juga soalnya sepanjang jalan speaker itu menarik perhatian banyak orang karena lebih mirip panggung joget berjalan ketimbang sebuah becak. Jadi dari situ aku udah mulai pilih pilih bentor. Dan anehnya sampe sekrang, gak ada gituh bentor yang stel lagu slow kaya A thousand year, Photograph atau Rahasia hati biar penumpang bisa menikmati perjalanan. Tapi itu sih hak nya om bentor ya, inget loh tiap-tiap orang punya budayanya masing-masing and they have their own life style.
Kamis, 23 Oktober 2014. Hari pertamaku masuk sekolah. Aku sudah dapat info tentang aturan seragam di sekolah itu. Ketika aku tiba di sekolah, aku disuruh menunggu di ruang tamu karena semua siswa sedang mengikuti apel pagi. Aku mendengar beberapa pembicaraan guru-guru yang katanya aku harus ditempatkan di XI MIA 1. Aku terima-terima saja ketika salah satu guruku, menuntunku menuju Mia 1. Namun saat aku berjalan di koridor sekolah, tiba-tiba seorang guru bernama ibu Lena (beliau baik hati skali sperti malaikat) menarik tanganku dan tiba-tiba bilang katanya aku lebih baik masuk Mia 2. Waktu itu aku gak tau alasannya, tapi sekarang tau setelah nanyain sama ibu lena. Saat aku berjalan di koridor menuju kelas XI mia 2,banyak orang-orang memperhatikanku, dan aku juga mendengar beberapa siswa laki-laki maupun perempuan bertanya pada ibu lena, 'ibu siapa itu?' 'darimana dia ibu?'. Aku hanya berjalan lurus tanpa menghiraukan mereka.
Hari pertama. Banyak teman-teman mengajakku berkenalan, menginterogasi, bertanya bagaimana Bandung, dan Ba Gisa (gombal chuy). Aku duduk di bangku paling depan dan disudut kelas. Ini kali ke-3 aku menjadi murid baru di SMA (sebelumnya aku bersekolah di MA Madura lalu pindah di MAN model Cipasung). Aku mencoba untuk mengakrabkan diri dengan teman satu bangku ku. Namanya I. Saat aku mengajak berkenalan, dia hanya diam dan seperti tidak suka padaku, aku takut apa mungkin aku terlalu sksd? Padahal ku harap kami akan cepat akrab, seperti yang kulakukan saat menjadi murid baru di man cipasung, saat itu aku satu bangku dengan Rai Riezky Zulaeha (spelling Riezky nya harus kaya gitu-_-) yang kemudian jadi teman dunia akhirat earth to the moon forever mwah mwah. Makanya, aku menerapkan metode sksd ini kepada I namun tidak berhasil. Aku lihat di jendela banyak sekali teman-teman dari kelas sebelah yang mengintip ke kelasku. Mata mereka tertuju padaku, selain itu mereka menunjuk-nunjuk ke arahku, ada juga yang tersenyum, ada juga yang minta nomor hape, aku kasih aja karena mungkin itu bisa membantuku, walaupun akhirnya aku menyesal karna dia meminta nomorku hanya untuk ngajakin jadi partner di pesta. (What?) tapi disisi lain, Teman-teman di gorontalo sangat lucu dan unik. Mereka seperti orang polos. Menanyakan hal-hal yang biasanya orang tasik 'Gengsi' buat nanyain. Mereka memaksakan lidah mereka untuk berbicara sepertiku (makasih manteman mia 2 :*). Mereka terdengar lucu dan mereka saling mengejek ketika ada salah satu teman yang mencoba untuk ba logat. Mereka berbicara sangat cepat dengan nada yang lumayan tinggi. Kayak marah-marah tapi sambil ketawa. Bahasanya banyak huruf 'O' nya seperti 'atiolo' atau 'bagimana olo ey'. Aku hanya bisa senyam senyum sambil Trying so hard to understand and answer their questions. Bahasa mereka bahasa indonesia namun memiliki makna yang lain. Dalam bahasa indonesia, 'Baru' berarti sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda dengan yang lalu, namun di gorontalo, 'Baru' berarti 'terus?' 'kemudian' dan 'lalu'. Atau 'juga'. 'juga' dalam bahasa indonesia berarti 'ikut serta' 'bersama dengan' namun di gorontalo itu berarti mereka mengajak, atau sama dengan 'ayok, mari'. Cukup pusing namun menarik. Untukku.
Pada saat istirahat, teman-teman mengajakku untuk pergi ke kantin, untuk makan. Aku ngga makan waktu itu karena ditasik, waktu istirahat kami cuma pakai untuk sekedar jajan cemilan dan minuman. Aku kaget bukan kepalang saat melihat Nasi goreng yang dipesan temanku berwarna pink. Beneran guys ini warnanya pink to' banget pink banget. Aku kaget dan tak ingin makan. Aku kembali ke kelas da menunggu bel pulang tiba. Saat itu di sma baru selesai Mid semester, jadi tidak ada kegiatan belajar mengajar. Kami pulang cepat. Akhirnya aku pulang dan langsung menceritakan semuanya kepada mama. Dan tentu aku tak lupa makan. Takkan pernah lupa. Hehe
Itulah minggu pertamaku di gorontalo. Tidak mewah tapi berkesan. Sulit dilupakan. Lucu, kesel, sedih, menarik, kagum semuanya ada di minggu pertama. Culture shock yang enak, ada juga yang gak enak. Hehe. Tapi seiring berjalannya waktu aku bisa menyesuaikan. Malah terbalik. Aku jadi tidak terbiasa dengan kegiatan yang biasa aku lakukan di tasik. Seperti pada jam istirahat sekolah sekarang aku addicted buat makan makanan berat. Gak bisa banget kalau engga. Sekarang kalau ngmong sama orang sunda kadang kecampur aduk sama bhs gorontalo. Sekarang aku jadi susah express pake bahasa sunda, menurutku beberapa kata dari bahasa gorontalo lebih pas untuk mengungkapkan hal hal tertentu. Mana nih suaranya orang gorontalo? Yang belum pernah ke gorontalo, cobain yuk! Liat apakah minggu pertama kamu sama engga dengan minggu pertamaku? Hihi. Yaudah sampai jumpa di postingan berikutnya, readers! Babaaayyyy
Sekitar 15 menit kami menunggu akhirnya sebuah mobil avanza berwarna putih berhenti didepan kami, kami pun langsung salim dan cipika cipiki serta merapikan barang-barang. Di mobil, mama ngobrol dengan Bu Alifah serta suaminya, Pak Dian. Aku mendengarkan tapi pikiranku hanya terfokus kepada pohon-pohon rindang sepanjang jalan. Sumpah jujur disitu aku sediiihhh (banget), aku bisa bayangin tempat tinggal kami yang baru akan berada ditengah-tengah hutan ini (setelah itu aku tau namanya, itu daerah Buhu). Aku mendramatisir keadaan. Sedih karena harus pisah sama Bapak, A wafie (kakak sulung) dan Azri (adikku nomor 4),harus pisah sama Nenek emay, mang muslim, bi yayah, dan sepupu-sepupu swag Deiza, Gina, Dila kudil, sahabat-sahabat di sekolah ku yang lama yaitu Naranera, Rany Ts, Anisa sabani, Icha elisa, derina, serta lovely Monmon (Anis, rai, neneng) dan si pujaan hati (WAKTU ITU). Ditempat yang sunyi gelap penuh pepohonan serta jalan berlubang, tanpa mereka orang-orang yang amat kucintai. Gak tau bisa pulang ke Jabar kapan, gak tau bisa ketemu sama mereka lagi kapan. Pikiranku melayang kemana-mana, untuk saat itu, aku gak suka gorontalo, katanya hidden paradise tapi ko sepi:'( (WAKTU ITU YA).
Sekitar jam 20.30 WIB / 21.30 WITA, mobil itu parkir di depan rumah berwarna hijau, yang sudah pernah kulihat di foto (iya aku udah tau foto rumahnya) yaitu didaerah Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, tepatnya di jalan yang deket sama lampu merah. Aku sedikit bangga tinggal dideket lampu merah, ya sok bayangin aja kalo di tasik mah tinggal dideket lampu merah teh berasa orang kota ya kan? :D . Kulihat ada beberapa orang menyambut kedatangan kami dan kami dipersilakan makan. Orang-orang tersebut sangat ramah untuk pertama kali kenal, mereka sangat perhatian kepada kami, ya mereka adalah keluarga Bapak Ibrahim Usu, yang tak bisa kujelaskan detailnya karena takut privasi. Hihi.
Kurebahkan diri ini dikasur yang empuk dan dingin karena AC sambil memberitahukan teman-teman dan... Ya, si pujaan hati 'waktu itu' , kalau aku sudah tiba di Gorontalo dengan selamat.
Hari-hari selanjutnya, aku bertemu dengan banyak orang gorontalo, yang tiap kali aku bicara, mereka selalu bilang "eyiii balogat" yang artinya 'ehh pake logat bahasa indonesia' (gitu sih kurang lebih ya?). Disini gak ada bakso urat, gak ada bakso tennis, gak ada bakso yang kuahnya udah berasa, kuahnya hambar, lah kok jadi cerita bakso? Ya emang hal yang pertama kucari di gorontalo adalah bakso. Bukan sekolah. Hahahhaha. (gak lucu). Tapi, dua hari kemudian aku pergi ke Kota gorontalo untuk mencari sekolah yang sesuai dengan sekolahku yang sebelumnya. Yaitu Madrasah Aliyah Negeri. Oh iya waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA, semester satu deket-deket akhir, karena oktober ya kan. Aku kecewa saat mendengar kalau masuk MAN di kota tersebut harus mulai dari kelas X. Yaelah sama aja boong, aku gak mau harus mengulang tahun menyebalkan menjadi junior. Haha. Akhirnya aku pasrah, karena kalau masuk aliyah harus ulang dari kelas X, aku rela masuk SMA yang ada di kwandang. Kenapa aku ngotot banget gak mau masuk SMA? Bukan karena SMA gak bagus, cuma ini alasan pribadi krna aku gak mau harus lepas dari pelajaran-pelajaran agama semenjak Madrasah Tsanawiyah, aku terbiasa belajar Qur'an hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, Bahasa Arab, dsb. Aku menyayangkan hal tersebut. Tapi karena mengingat aku baru pindah ditempat baru, yang pasti beda dengan jawa barat ya, jadi aku milih sekolah yang deket mama aja. Yang bisa pergi dari rumah. Alasan kedua, dari tempat tinggalku yang baru (kwandang) menuju kota, kami harus menempuh 2 jam perjalanan dengan melewati daerah Buhu (yang kusebut hutan) dan satu kabupaten yaitu kabupaten gorontalo. Itu kerasa jauh banget guys jauh. Aku sedih karena kebayang, kalau pengen nonton atau ke Timezone, harus bayar angkot 25ribu dengan 2 jam perjalanan. Akhirnya, aku milih SMA negeri yang ada di gorut (singkatan gorontalo utara). Namun perjuangan belum sampe disitu guys. Ketika aku mendaftar di Sma tsb, aku ditolak (LAGI). Sedih. Karena raportku merupakan raport KTSP sedangkan di Sma itu sudah raport K-13. Kepala sekolah menolakku secara mentah-mentah, belum tanteku selesai bicara, kepseknya sudah meninggalkan kami menuju ruangannya. Aku sedih saat itu, aku harus sekolah dimana? Aku galau. Habis itu aku makan bakso untuk ngilangin galau, dan bakso nya bukan bakso bandung. Aku pasrah. Aku sedih.
Beberapa hari kemudian, entah bagaimana caranya tiba-tiba aku dapet kabar kalau aku diterima di SMA itu. Mungkin karena lobi seseorang yang mengatakan aku cukup berprestasi saat di Jabar. Juara Olimpiade matematika, dan beberapa lomba lainnya pernah aku raih. Alhamdulillah setidaknya aku tidak akan pengangguran dengan ijazah MTs, haha. Selama satu minggu aku hanya banyak diam di rumah.namun saat pagi aku pergi ke pelabuhan untuk melihat laut. Sumpah aku terlihat sangat kampungan saat itu. Banyak orang melihat ke arah kami yang seperti sedang melihat ladang emas saat kami tiba di pelabuhan untuk pertama kalinya. Hanya butuh waktu 5 menit aku bisa melihat pemandangan laut speerti ini yaAllah. Ditasik butuh ber jam jam untuk lihat laut dan disini aku hanya butuh uang 5ribu bayar bentor dan 5 menit tadaaaa aku bisa lihat laut! Laut! Ini laut guys laut! Aku sangat kampungan. Inilah bukti dari perkataan bandara, sekarang aku mengakuinya. Gorontalo adalah the hidden paradise. Aku sayang gorontalo. Di sore hari selama seminggu aku pergi ke tempat pengajian, mengajar beberapa anak gorontalo mengaji. Aku cukup kaget karena 90% dari anak anak sd kelas satu sampe anak smp kelas 3 rata-rata masih ada di iqro 1. Namun tak apa, aku senang mengajar mereka. Aku banyak belajar bahasa baru dari anak anak itu.
Gorontalo adalah daerah yang cukup panas, guys. Bahkan orang-orang gorontalo sering bilang kalau gorontalo itu cuma punya dua musim. Yaitu musim panas dan musim panas banget. Iya emang bener. Aku yang awalnya agak hitam pas tinggal disini udah jadi hitam banget. Tapi alhamdulillah masih kelihatan manis. Bhaaqqq.
Minggu pertamaku aku habiskan dengan kesana kemari menggunakan bentor (becak motor) karena di tasik gak ada bentor. Adanya cuma becak sepeda biasa. Dan aku gak suka naik becak. Karena ketimbang menikmati naik becak aku lebih mengkhawatirkan si tukang becak yang kebanyakan udah kakek-kakek mengayuh becak sekuat tenaga untuk mengantarkan si Yaya yang berbobot bla bla bla kilogram ini menuju tempat tujuan. Aku gak tegaan. Jadi pas nemu bentor kaya gini aku suka, murah, aman, enjoy dan gak ada kasian-kasiannya. Haha. Tapi for your information, aku gak suka naik bentor yang ada speaker nya. Abang abang bentor kalau udah stel lagu di speaker yang ditempel di bentor keras nya minta ampun. Lagu nya gak karuan dan bikin sakit telinga, malu-maluin juga soalnya sepanjang jalan speaker itu menarik perhatian banyak orang karena lebih mirip panggung joget berjalan ketimbang sebuah becak. Jadi dari situ aku udah mulai pilih pilih bentor. Dan anehnya sampe sekrang, gak ada gituh bentor yang stel lagu slow kaya A thousand year, Photograph atau Rahasia hati biar penumpang bisa menikmati perjalanan. Tapi itu sih hak nya om bentor ya, inget loh tiap-tiap orang punya budayanya masing-masing and they have their own life style.
Kamis, 23 Oktober 2014. Hari pertamaku masuk sekolah. Aku sudah dapat info tentang aturan seragam di sekolah itu. Ketika aku tiba di sekolah, aku disuruh menunggu di ruang tamu karena semua siswa sedang mengikuti apel pagi. Aku mendengar beberapa pembicaraan guru-guru yang katanya aku harus ditempatkan di XI MIA 1. Aku terima-terima saja ketika salah satu guruku, menuntunku menuju Mia 1. Namun saat aku berjalan di koridor sekolah, tiba-tiba seorang guru bernama ibu Lena (beliau baik hati skali sperti malaikat) menarik tanganku dan tiba-tiba bilang katanya aku lebih baik masuk Mia 2. Waktu itu aku gak tau alasannya, tapi sekarang tau setelah nanyain sama ibu lena. Saat aku berjalan di koridor menuju kelas XI mia 2,banyak orang-orang memperhatikanku, dan aku juga mendengar beberapa siswa laki-laki maupun perempuan bertanya pada ibu lena, 'ibu siapa itu?' 'darimana dia ibu?'. Aku hanya berjalan lurus tanpa menghiraukan mereka.
Hari pertama. Banyak teman-teman mengajakku berkenalan, menginterogasi, bertanya bagaimana Bandung, dan Ba Gisa (gombal chuy). Aku duduk di bangku paling depan dan disudut kelas. Ini kali ke-3 aku menjadi murid baru di SMA (sebelumnya aku bersekolah di MA Madura lalu pindah di MAN model Cipasung). Aku mencoba untuk mengakrabkan diri dengan teman satu bangku ku. Namanya I. Saat aku mengajak berkenalan, dia hanya diam dan seperti tidak suka padaku, aku takut apa mungkin aku terlalu sksd? Padahal ku harap kami akan cepat akrab, seperti yang kulakukan saat menjadi murid baru di man cipasung, saat itu aku satu bangku dengan Rai Riezky Zulaeha (spelling Riezky nya harus kaya gitu-_-) yang kemudian jadi teman dunia akhirat earth to the moon forever mwah mwah. Makanya, aku menerapkan metode sksd ini kepada I namun tidak berhasil. Aku lihat di jendela banyak sekali teman-teman dari kelas sebelah yang mengintip ke kelasku. Mata mereka tertuju padaku, selain itu mereka menunjuk-nunjuk ke arahku, ada juga yang tersenyum, ada juga yang minta nomor hape, aku kasih aja karena mungkin itu bisa membantuku, walaupun akhirnya aku menyesal karna dia meminta nomorku hanya untuk ngajakin jadi partner di pesta. (What?) tapi disisi lain, Teman-teman di gorontalo sangat lucu dan unik. Mereka seperti orang polos. Menanyakan hal-hal yang biasanya orang tasik 'Gengsi' buat nanyain. Mereka memaksakan lidah mereka untuk berbicara sepertiku (makasih manteman mia 2 :*). Mereka terdengar lucu dan mereka saling mengejek ketika ada salah satu teman yang mencoba untuk ba logat. Mereka berbicara sangat cepat dengan nada yang lumayan tinggi. Kayak marah-marah tapi sambil ketawa. Bahasanya banyak huruf 'O' nya seperti 'atiolo' atau 'bagimana olo ey'. Aku hanya bisa senyam senyum sambil Trying so hard to understand and answer their questions. Bahasa mereka bahasa indonesia namun memiliki makna yang lain. Dalam bahasa indonesia, 'Baru' berarti sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda dengan yang lalu, namun di gorontalo, 'Baru' berarti 'terus?' 'kemudian' dan 'lalu'. Atau 'juga'. 'juga' dalam bahasa indonesia berarti 'ikut serta' 'bersama dengan' namun di gorontalo itu berarti mereka mengajak, atau sama dengan 'ayok, mari'. Cukup pusing namun menarik. Untukku.
Pada saat istirahat, teman-teman mengajakku untuk pergi ke kantin, untuk makan. Aku ngga makan waktu itu karena ditasik, waktu istirahat kami cuma pakai untuk sekedar jajan cemilan dan minuman. Aku kaget bukan kepalang saat melihat Nasi goreng yang dipesan temanku berwarna pink. Beneran guys ini warnanya pink to' banget pink banget. Aku kaget dan tak ingin makan. Aku kembali ke kelas da menunggu bel pulang tiba. Saat itu di sma baru selesai Mid semester, jadi tidak ada kegiatan belajar mengajar. Kami pulang cepat. Akhirnya aku pulang dan langsung menceritakan semuanya kepada mama. Dan tentu aku tak lupa makan. Takkan pernah lupa. Hehe
Itulah minggu pertamaku di gorontalo. Tidak mewah tapi berkesan. Sulit dilupakan. Lucu, kesel, sedih, menarik, kagum semuanya ada di minggu pertama. Culture shock yang enak, ada juga yang gak enak. Hehe. Tapi seiring berjalannya waktu aku bisa menyesuaikan. Malah terbalik. Aku jadi tidak terbiasa dengan kegiatan yang biasa aku lakukan di tasik. Seperti pada jam istirahat sekolah sekarang aku addicted buat makan makanan berat. Gak bisa banget kalau engga. Sekarang kalau ngmong sama orang sunda kadang kecampur aduk sama bhs gorontalo. Sekarang aku jadi susah express pake bahasa sunda, menurutku beberapa kata dari bahasa gorontalo lebih pas untuk mengungkapkan hal hal tertentu. Mana nih suaranya orang gorontalo? Yang belum pernah ke gorontalo, cobain yuk! Liat apakah minggu pertama kamu sama engga dengan minggu pertamaku? Hihi. Yaudah sampai jumpa di postingan berikutnya, readers! Babaaayyyy
Komentar
Posting Komentar